Beberapa minggu terakhir, kita sering sekali mendengar keluhan tentang Louis van Gaal pasca didepak dari Manchester United 2016 lalu. Yang terbaru, Van Gaal kembali menegaskan kalau dirinya hanya punya masalah dengan manajemen United dan bukan kepada Jose Mourinho. Sebuah ungkapan yang menunjukkan kalau rasa sakit hati si meneer Belanda belum hilang.

Lantas, apakah LVG pantas untuk terus memendam perasaan sakit hatinya bersama United? Lalu bagaimana sebenarnya Manchester United berada di bawah arahan dia? Marilah kita sama-sama mengenang kembali dua musim seorang LVG di kota Manchester yang kerap disebut-sebut sebagai dua musim pembuat kantuk oleh para penggemar United.

Memperbaiki Catatan David Moyes

Posisi tujuh, tidak main di Eropa, tujuh kali kalah di kandang, 12 kali kalah dalam semusim, tersingkir di babak tiga Piala FA, serta beberapa rekor buruk lain menjadi rangkuman dari salah satu musim terburuk United di era sepakbola modern (2013/2014). Fergie mungkin memaklumi kesulitan yang dialami David Moyes. Tetapi, dalam hati kecilnya mungkin terdapat penyesalan mengapa ia tidak gerak cepat melobi salah satu di antara Pep Guardiola, Jose Mourinho, dan Carlo Ancelotti.

United kemudian mencari pengganti yang mereka anggap paling tepat. Keberhasilan menempati peringkat ketiga Piala Dunia berkat formasi eksentrik 3-5-2 membuat mereka silau dengan Louis Van Gaal. Banyak yang bereskpektasi tinggi kepada Van Gaal saat itu.

Pengalamannya bersama klub-klub hebat dunia, menjuarai Liga Belanda dengan klub sekelas AZ Alkmaar, kepercayaan terhadap pemain muda menjadi cetak biru yang diharapkan bisa diulang United ketika itu. Tapi nyatanya, sejak pra musim United sebenarnya sudah mendapat masalah dengan kehadiran Van Gaal.

Ketat Sejak di Tempat Latihan

Satu hal yang membuat LVG tidak diterima oleh skuad United adalah sifat otoriter yang ia miliki. Sifat diktator ala Van Gaal ini membuat para pemain tidak bisa bebas. Bagaimana tidak, Carrington ia minta untuk dipasangi CCTV agar ia bisa mengawasi aktivitas para pemainnya di tempat latihan. Sebuah gagasan yang bagus tapi menimbulkan kesan kalau para pemain tidak bisa berekspresi baik di tempat latihan sekalipun.

Satu hal yang tidak disukai para pemain Setan Merah adalah kebijakannya yang dianggap aneh oleh beberapa pemain United. Sumber dekat para pemain pernah menyebut kalau aktivitas yang harus dilakukan para pemain United di bawah arahan Van Gaal saat pra musim adalah latihan pukul 08.30, istirahat beberapa jam, latihan lagi setelah makan siang, rapat video dan diskusi taktik, kembali lagi ke kamar, makan malam bersama, pulang ke kamar masing-masing, lalu tidur harus tepat pukul 09.30. 14 hari para pemain merasakan hal tersebut yang kemudian dilanjutkan ketika musim sebenarnya dimulai.

Tidak ada kata libur dalam kamus Van Gaal. Bahkan Moyes dan Fergie sekalipun selalu memberikan satu hari kosong saat pra musim. Para pemain United pun protes dengan meminta Wayne Rooney dan Michael Carrick (kapten dan wakil kapten) berbicara agar Van Gaal melunak dengan sikapnya.

Konflik di Era Van Gaal

Van Gaal pun mau menuruti saran dari Rooney dan Carrick. Ia kemudian mengganti sesi rapat video dengan mengirimkan video taktik kepada para pemainnya melalui email yang sayangnya tidak banyak pemain yang mau membuka halaman emailnya.

Konflik-konflik seperti ini yang kemudian menjalar ketika musim sesungguhnya dimulai. United langsung kalah dari Swansea, imbang dua kali melawan Sunderland dan Burnley, dibantai MK Dons 4-0, lalu kalah dari Leicester setelah sempat unggul 3-1 menjadi awalan dalam lima dari enam pertandingan LVG.

Cedera memang menjadi penyebab utama dari keterpurukan United saat itu. Akan tetapi, sistem kepelatihan Van Gaal yang membuat United saat itu hanya memiliki lima poin dari lima pekan pertama di Premier League. Filosofi yang diagung-agungkan mantan manajer Bayern Munich ini tidak berjalan dengan baik.

Filosofi Louis van Gaal

Dalam filosofi Van Gaal terdapat empat komponen utama untuk sukses. Yang pertama adalah sistem, pemain-pemain yang sesuai, sepakbola yang menghibur, lalu fondasi melalui pemain-pemain muda. Dari keempat aspek tersebut, mungkin hanya aspek terakhir yang berhasil ia lakukan semasa bersama United.

Van Gaal penganut sistem yang sangat kuat. Baginya sistem permainan sudah harus dibuat saat mereka menjalani sesi latihan. Itulah alasan mengapa ia selama 90 menit lebih banyak untuk duduk dan memegang catatan alih-alih berdiri di pinggir lapangan. Ini juga yang membuat Ryan Giggs sempat jengah kepada Van Gaal dan sempat terlihat dalam beberapa laga memutuskan untuk tidak duduk di sebelah LVG.

Yang kedua adalah perekrutan pemain. Van Gaal datang ke United dengan membawa pemain yang sebenarnya sesuai dengan gaya main yang dia inginkan. 13 pemain dimasukkan dalam skuad utama. Profil besar macam Angel Di Maria dan Memphis Depay pun dibuat mau berlabuh ke Manchester. Sayangnya, dari 13 nama senior yang didatangkan, hanya tersisa tujuh saja yang masih bertahan. Dan dari tujuh pemain yang tersisa, hanya empat yang tenaganya masih dibutuhkan.

Sistem yang kaku membuat mayoritas dari mereka tidak bisa menunjukkan penampilan terbaiknya. LVG yang menginginkan para pemainnya untuk tidak meninggalkan posnya selama 90 menit justru membuat kesalahan dalam mengatur posisi yang tepat bagi para pemainnya. Gagal bersinarnya Angel Di Maria dan Memphis Depay didasarkan dari keputusan Van Gaal yang justru memainkan mereka sebagai penyerang murni.

Memang tidak semua penempatan pemain di luar posisi yang dilakukan LVG berujung kegagalan. Ashley Young, Marouane Fellaini, Antonio Valencia adalah contoh keberhasilan permutasi posisi yang dia lakukan. Sayangnya, tidak bersinarnya pemain yang diharapkan sebagai inti serangan United seperti Di Maria dan Memphis membuat LVG tidak bisa memainkan sepakbola yang menghibur sesuai dengan filosofinya.