foto: ibtimes.co.uk

Henrikh Mkhitaryan lahir sebagai seorang Armenia; sebuah negara yang sepakbolanya tak perkasa. Kurang dari 30 tahun masa hidupnya, Miki berhasil menaklukkan Bundesliga dengan dianggap sebagai pemain terbaik. Setahun berselang, Miki bergabung dengan salah satu raksasa terbesar di dunia, Manchester United.

Bergabung bersama kesebelasan besar jelas mengatrol nama Miki. Saat ini ada dua hal yang membuat mengapa nama Miki begitu dicari. Pertama, Miki adalah pemain terbaik Bundesliga musim lalu; Kedua, Miki tidak diturunkan secara reguler oleh Jose Mourinho.

Penggemar United pun bertanya-tanya mengapa Miki, yang pernah dianugeri pemain terbaik, tidak lekas diturunkan. Baru pada beberapa pekan ke belakang, Miki mulai diturunkan meski tidak di Premier League. Penampilannya terlihat meyakinkan dan mampu membawa pengaruh besar buat tim.

Kamis (1/12) kemarin, Miki menceritakan kisahnya lewat tulisan di Manchester Evening News. Berikut kami sarikan untuk Anda.

Hubungan dengan Ayah

Ayah Miki, Hamlet, adalah seorang pesepakbola di Liga Utama Soviet. Tubuhnya kecil tapi pergerakannya amat cepat. Karena kehebatannya, majalah Soviet Soldier, pada 1984 menganugerahinya “Knight of Attack”.

Pada 1989, keluarga Miki pindah ke Prancis karena konflik yang mulai terjadi di Armenia. Ayahnya masih tetap bermain bola dan bergabung dengan Valence, kesebelasan divisi kedua Prancis.

Miki bercerita bahwa ia selalu menangis setiap pagi dan merengek untuk ikut ayahnya latihan. “Di usia tersebut, aku tak begitu peduli dengan sepakbola. Aku hanya ingin bersama dengan ayahku,” tulis Miki.

Suatu hari, sang ayah berbohong pada Miki bahwa dirinya tak pergi latihan melainkan berangkat ke supermarket. Selang beberapa jam kemudian, ayahnya pulang tapi tak membawa belanjaan. “Aku kehilangannya. Aku pun mulai menangis,” beber pemain kelahiran 21 Januari 1989 ini.

Hubungan Miki dengan ayahnya begitu dekat. Namun kehangatannya tersebut tak berlangsung lama. Pada saat menginjak usia enam tahun, keluarga Miki kembali ke Armenia. Ia lalu menemui keanehan karena sang ayah tak lagi bermain sepakbola.

“Aku tidak tahu soal itu, tapi ayahku punya tumor otak. Semuanya berlangsung begitu cepat. Selama setahun, ia pergi. Karena aku masih amat muda, aku tak benar-benar mengerti konsep dari kematian,” jelas Miki. “Aku ingat ibu dan kakak perempuanku selalu menangis dan aku bertanya pada mereka ‘Ke mana ayah?’ Tapi tak ada satupun dari mereka yang bisa menjelaskan.”

Seiring berjalannya waktu, ibu dan kakak perempuan Miki mulai bercerita apa yang terjadi. Ia ingat ibunya bilang bahwa ayah tak akan pernah lagi bersama mereka.

Miki punya cara untuk menghidupkan kembali ayahnya, meskipun sekadar kenangan.

“Kami punya banyak rekaman video dirinya bermain di Prancis dan aku begitu sering menyaksikan untuk mengingatnya. Itu memberikan kami kebahagiaan terutama saat dia merayakan gol atau memeluk rekan-rekannya. Di rekaman tersebut, ayahku hidup lagi,” tulis Miki.

Berawal dari Kematian Ayah

Hamet, ayah Mkhitaryan. Foto: Manchestereveningnews.co.uk
Hamet, ayah Mkhitaryan. Foto: Manchestereveningnews.co.uk

Setelah ayahnya meninggal, Miki mulai berlatih sepakbola. Ia menjadikan ayahnya sebagai idola. Saat usia Miki beranjak 10 tahun, segala hidupnya didedikasikan untuk sepakbola. Ia berlatih, membaca, menonton, dan bermain sepakbola di Play Station.

“Setelah kematian ayah, ibu harus bekerja untuk membantu keluarga ini. Jadi dia mulai bekerja untuk Federasi Sepakbola Armenia,” jelas Miki.

Saat mewakili Armenia di tingkat junior, Miki sering bertemu dengan ibunya. Saat Miki emosi dan berlagak di lapangan, ibunya akan datang dan memarahinya: “Henrikh! Apa yang kau lakukan? Kau harus bertingkah baik atau aku akan punya masalah di tempat kerjaku!”’

Baca juga bagian keduanya di sini.