Gol sensasional Henrikh Mkhitaryan ke gawang Sunderland pada penghujung tahun 2016 lalu tentu akan selalu dibicarakan. Penyelesaian akhir yang fantastis, apalagi terjadi di hadapan Strentford End, tentu membuat gol ini menjadi begitu berkesan, ditambah perdebatan soal apakah gol tersebut offside atau tidak. Di antara semua pujian yang mengalir untuk gol tersebut, ada satu ungkapan yang bisa dibilang unik dan berbeda.

Jimmy McBride, seorang penggemar Manchester United asal Inggris mencuitkan pendapat berbeda soal gol dan tentunya sang pemain sendiri Henrikh Mkhitaryan. Melalui akun twitternya McBride menyebut bahwa Miki memang sudah tampil baik namun ia belum berada di level yang sama dengan pemain United lain yang sebelumnya mengenakan nomer punggung 22, John O’Shea.

Mengapa McBride bisa menghargai O’Shea begitu tinggi? Nyatanya pemain asal Irlandia yang bermain total 393 laga untuk United ini selalu berada di momen-momen penting klub terutama setelah milenium baru.

Petarung yang Selalu Ada di Momen Penting.

O’Shea masuk ke dalam kategori pemain dengan versatilitas tinggi. Pada awalnya di tim usia muda United ia masih bermain sebagai bek tengah. Pada awalnya agak sulit karena perawakannya yang tinggi besar membuat ia sering tampil agak kikuk.

Namun setelah banyak bermain di tim utama pada Liga Primer Inggris musim 2002/2003, O’Shea kemudian bermain di posisi bek kanan, bek kiri, bahkan gelandang bertahan. Yang kemudian ternyata kemampuannya bisa lebih banyak digunakan. Tentu salah satu yang fenomenal adalah ketika ia bermain sebagai gelandang tengah di partai melawan Real Madrid di babak perempat final Liga Champions musim tersebut. Tak heran Sir Alex Ferguson sering memberinya pujian.

Sheasy, begitulah ia biasa disapa. Namanya semakin melambung semusim berikutnya karena ia adalah salah satu sosok penting yang membuat Cristiano Ronaldo kemudian bisa mendarat di United. Semua sudah tahu cerita soal O’Shea yang kepayahan mengawal Ronaldo dalam sebuah partai uji tanding. Setelahnya para penggawa United kemudian merajuk kepada Sir Alex untuk merekrut Ronaldo. Bayangkan apabila kala itu O’Shea tidak kepayahan, mungkin Ronaldo tidak akan pernah mendarat di United.

Selama lebih dari satu dekade masa baktinya di United, O’Shea selalu memberikan yang terbaik untuk tim. Versatilitasnya menunjukan bahwa ia siap ditempatkan dimana saja asalnya bisa membantu tim meraih kemenangan.

Ia bahkan sempat menjadi kiper pengganti ketika dua kiper United terkena kartu merah dan mengalami cedera pada suatu laga melawan Tottenham di Liga Primer Inggris musim 2006/2007. Ia bermain sebagai kiper sejak menit ke-85 dalam kemenangan 4-0 United di kandang Tottenham tersebut. Kejadian menariknya adalah ketika ia mementahkan tendangan bebas Aaron Lennon dan menghentikan Niko Kranjcar dalam situasi satu lawan satu.

Soal gol, total selama kariernya di United ia berhasil menyarangkan 15 gol di semua kompetisi. Namun dari semua gol tersebut ada dua gol yang bisa dibilang memiliki nilai spesial. Yang pertama adalah sebuah tendangan chip ke gawang Arsenal dalam laga bersejarah yang berakhir dengan skor 4-2 di musim terakhir Arsenal menggunakan Highbury sebagai kandang mereka pada musim 2004/2005. Seperti yang kita semua tahu bahwa sebelum laga sempat terjadi ketegangan antara Roy Keane dan Patrick Vieira di lorong ruang ganti.

Sementara gol kedua bisa jadi adalah yang paling spesial. O’Shea melakukan sesuatu yang bahkan pemain lain di posisi penyerang seperti Ronaldo, Wayne Rooney, atau Ruud van Nistelrooy pun belum pernah melakukannya. O’Shea mencetak gol ke gawang musuh bebuyutan Liverpool di menit akhir! Kejadian tersebut terjadi pada musim 2006/2007. United mendapatkan tendangan bebas di sisi kanan pertahanan lawan. Sepakan Ronaldo berhasil dihentikan, O’Shea yang berada di posisi bebas kemudian melepaskan tendangan keras yang menghujam gawang rival tersengit United tersebut. Gol kemenangan di menit akhir yang terjadi di Anfield. Sebuah nilai yang luar biasa.

***

Bila diingat-ingat, United sering memiliki pemain yang secara teknik sepakbola mungkin tidak luar biasa tetapi punya loyaltias, determinasi tinggi, dan bersedia melakukan apapun demi kemenangan tim. Dan O’Shea berada dalam jajaran tersebut. Ganjaran dari totalitas dan kesetiaanya adalah ban kapten United yang beberapa kali melingkar di lengannya. Termasuk di partai terakhirnya ketika ia mengapteni United di laga semifinal Liga Champions 2010/2011 melawan Schalke 04.

Sheasy-Edited
O’Shea di partai terakhirnya untuk United. Menjadi kapten di semifinal Liga Champions 2010/2011.

Loyalitas O’Shea nyatanya tetap terjaga meskipun kemudian ia hengkang ke tim lain karena minimnya kesempatan bermain. Cintanya kepada United tidak luntur. Salah satu bukti kejadiannya adalah saat City menjadi juara pada musim 2011/2012. Angan United untuk juara kemudian pupus karena City nyatanya berhasil membalikan keadaan dan memenangkan laga melawan Queens Park Rangers. Maka kemenangan United di kandang Sunderland seakan tidak berarti. Padahal para pemain dan penggemar United sudah bersorak setidaknya untuk 30 detik.

Setelah laga, sesaat sebelum konferensi pers. Sir Alex menemukan O’Shea terdiam di luar ruangan, matanya berkaca-kaca karena tidak percaya tim yang ia cintai harus menelan pil pahit.

“Apa yang harus saya katakan nanti, bos?” tanya O’Shea sambil sedikit terisak. Sir Alex berusaha menenangkannya, dan kemudian menjawab, “Tenang, jika siapapun nanti mewawancarai kamu, kamu harus memberi selamat kepada City. Karena kami akan memenangkan gelar (Liga Primer Inggris) tersebut tahun depan!”

Paparan di atas hanya sedikit cerita dari bagaimana John O’Shea dengan segala keterbatasannya berusaha memberikan yang terbaik untuk tim. Setelah apa yang ia lakukan, setelah satu dekade O’Shea tetap berada di United baik dalam kondisi sulit ataupun senang. Amat wajar ketika saat ini ia tetap dicintai.

Gol sensasional Mkhitaryan yang dibuat ke gawang tim O’Shea saat ini, Sunderland, bisa jadi adalah salah satu cara bagaimana United selalu memberikan tempat terbaik untuk seorang pemain sekelas John O’Shea.