25 tahun yang lalu sekelompok anak muda yang berasal dari beberapa tempat di Inggris hadir di sebuah lapangan latihan yang kumuh bernama The Cliff. Pemilik lapangan tersebut adalah sebuah klub bernama Manchester United yang saat itu prestasinya sedang kering layaknya rumput The Cliff. Namun tidak ada yang menyangka bahwa lima dari kelompok anak muda tersebut nantinya akan menjelma menjadi sebuah generasi pencipta sejarah. Generasi yang diberi nama Class of ’92.

Keberhasilan menjuarai Liga Champions 1968 seolah menjadi kali terakhir Manchester United dikenal sebagai tim terbaik di Inggris. Gagal di liga, terdegradasi ke divisi dua, serta menjadi bulan bulanan Liverpool adalah pemandangan yang kerap diterima United pasca keberhasilan Wembley 1968. Selain itu pembinaan muda terkesan mandek dibawah arahan beberapa pelatih pasca era Sir Matt Busby.

6 November 1986 sejarah Busby Babes yang gugur pada 1958 coba diulang oleh pria Skotlandia bernama Alex Ferguson. Kala itu pria Govan langsung merestrukturisasi pembinaan pemain muda yang saat itu sedang berada di titik terendah. Beberapa pemandu bakat kemudian disebar ke seluruh britania. Dibantu Eric Harrison, Brian Kidd, dan Nobby Stiles, United hanya butuh lima tahun untuk mendapatkan beberapa pemain dari Britania Raya.

Ryan Giggs, Paul Scholes, Nicky Butt, Gary Neville, Chris Casper, Ben Thornley, dan George Switzer ditemukan di Manchester. David Beckham ditemukan di London, sementara Kevin Pilkington, John O’Kane, dan Joe Roberts diambil dari beberapa daerah. Sementara Keith Gillespie, Colin McKee, Simon Davies, dan Robbie Savage, diambil dari Irlandia Utara, Skotlandia, dan Wales.

Di usia mereka yang rata-rata masih berusia 15 dan 16 tahun, mereka sudah diharuskan untuk bertemu tim-tim yang ketika itu diperkuat oleh beberapa pemain-pemain tim utama yang lebih tua dari mereka. Meski berasal dari wilayah yang beragam dan ujian yang terbilang berat namun mereka memiliki sebuah kesamaan yaitu keinginan untuk sukses.

“Kami saling memberi semangat satu sama lain. Mereka semua memiliki karakter, kepribadian dan dorongan untuk sukses. Banyak yang mengira kami masuk ke sana (United) hanya untuk uang, memang benar namun itu sejalan dengan apa yang kami berikan,” tutur Gary Neville.

Sementara itu Ryan Giggs (yang sudah debut di tim utama United pada 1990) mengatakan, “Kami adalah tim yang berkualitas. Maksud saya adalah ketika itu di usia kami yang baru 15 dan 16 kami sudah harus bermain melawan sesama tim cadangan yang diisi oleh beberapa pemain dari tim utama yang ketika itu sedang memulihkan diri dari cedera. Namun, mereka semua kerepotan menghadapi permainan operan kami. Selain itu kami bisa mengalahkan mereka.”

Baca juga: Pandangan Fergie tentang David Beckham dan mengapa ia menyingkirkannya.

Berita penampilan apik mereka di beberapa pertandingan kemudian menyebar ke publik. Hal ini memicu banyaknya fans yang hadir di The Cliff hanya untuk menyaksikan anak-anak tersebut berlaga. Eric Harrison selaku manajer tim akademi saat itu mengungkapkan beberapa anggota Class of ’92 sudah menjadi idola suporter United.

“Ketika itu banyak penonton yang hanya ingin menyaksikan mereka di Sabtu pagi. Tim ini punya Beckham, Giggs, Neville bersaudara, Butt, dan Thornley, namun yang menjadi idola adalah Paul Scholes. Permainannya saat itu enak dilihat dan kerap mencetak gol-gol fantastis.”

Perjalanan mereka sesungguhnya dimulai di ajang FA Youth Cup 1991/92. Turnamen yang terbilang begitu bergengsi bagi kesebelasan usia dibawah 18 tahun. Langkah mereka dimulai dengan menghadapi Sunderland di babak kedua FA Youth Cup. Tanpa Paul Scholes yang saat itu sedang sakit asma, United menang 4-2.

Tim yang sama kemudian menang atas Walsall dengan skor 2-1. Mereka kemudian mengalahkan Manchester City di kandangnya dengan skor 3-1. Dua gol Ryan Giggs ke gawang Tranmere Rovers kemudian membawa United melaju ke semifinal untuk menghadapi Tottenham Hotspur. Dalam semifinal yang berlangsung dua leg tersebut, setan merah menang agregat 5-1 atas si putih.

Crystal Palace kemudian menjadi lawan United di partai final. Selhurst Park ketika itu menjadi saksi dimana skuad muda Eric Harrison unggul cepat di babak pertama melalui gol Nicky Butt dan tendangan Voli David Beckham dari jarak 25 meter. Sempat menipiskan ketertinggalan, namun gol dari Nicky Butt membawa bekal yang bagus bagi United di leg pertama.

Old Trafford menjadi tempat pertandingan final leg kedua. 14 ribu penonton yang hadir menyaksikan bagaimana seorang Giggs dkk meraih kemenangan 3-2 sehingga agregat menjadi milik United dengan skor 6-3. Setelah 28 tahun tanpa gelar dan gagal di enam kesempatan final FA Youth Cup. Pada malam itu United menjadi juara dan membawa pulang trofi bergengsi tersebut.

Editor: Frasetya Vady Aditya