Brendan Rodgers pernah mempunyai kesan yang cukup mengecewakan saat dirinya berambisi menjadi pemain besar di Manchester United, yang mana ambisi tersebut pupus saat remaja.

Meskipun ia diperlihatkan pada pintu lebar menuju gerbang karir besar, manajer Celtic itu tidak memiliki apa-apa yang bisa ditunjukkan selain kekagumannya pada Sir Alex Ferguson. Brendan Rodgers tiba di tempat latihan Manchester United saat berusia 14 tahun, dan kagum dengan manajer asal Skotlandia yang sudah menjadi sosok legenda publik Old Trafford itu.

“Bahkan saat itu, yang terlihat jelas bagi saya adalah setiap kali saya pergi ke sana, saya melihat Alex Ferguson setiap hari,” kata Rodgers. “Saya berumur 14 ketika itu, dan saya bertemu dengannya setiap hari, tapi itulah pekerjaannya, yang bertugas untuk memasukkan motivasi ke dalam segala hal, termasuk para pemain mudanya. Dia tahu semua pelatih muda dan ia benar-benar brilian.”

Namun, waktu Rodgers bersama United kala itu, hanya berlangsung secara singkat. Ia pergi dan bergabung dengan Reading pada tahun 1990. Waktunya sebagai pemain saat itu tidak terlalu mencolok, namun, setelah memasuki masa pembinaan kepelatihan dengan Chelsea pada 2004, karir barunya sebagai pelatih naik dengan pesat, dan ia pun akhirnya kembali ke Reading untuk mengambil kursi kepelatihan pada Juni 2009.

Namun, Rodgers dipecat dalam masa setengah musim kerjanya. Lalu ketika dipecat setelah enam bulan melatih itu, pelatih legendaris yang di kaguminya, Sir Alex Ferguson, menulis sebuah pesan dorongan kepadanya.

“Itu sangat berarti bagi saya,” kata Rodgers, yang bertemu dengan pelatih berusia 75 tahun itu saat makan malam pada acara amal di Glasgow. “Luar biasa apa yang telah diraihnya. Dia ada di sana sebagai mentor bagi setiap manajer.”

“Dia adalah bos besar untuk semua orang. Dia luar biasa dengan apa yang dia bentuk, dikembangkan dan terus dikembangkan sepanjang jalan dan dia juga tetap modern. Dia adalah orang yang sangat inspiratif dan jelas memiliki otak dengan sejati yang penuh dengan kebijaksanaan dan pengetahuan tentang manajemen tingkat paling atas,” pungkasnya.

Brendan Rodgers lalu bangkit dan terus membangun reputasinya dengan bergabung bersama Swansea City. Meskipun Ferguson, di sisi lain, tetap membuktikan jika ia adalah seorang senior di hadapan Rodgers sebagai seorang manajer, dan selalu membedakan kelasnya ketika berhadapan langsung. Rodgers lalu mengingat momen krusialnya saat berhadapan dengan Sir Alex, ketikan tim asuhannya kala itu, Liverpool, berhadapan dengan Manchester United.

“Kami saling melawan di musim terakhirnya saat saya masih berada di Liverpool. Timnya adalah tim pertama yang mengalahkan Swansea di kandang sendiri. Saya tidak berpikir saya akan kebobolan gol sampai sekitar bulan November. Mereka mengalahkan kami dengan skor 1-0 tapi dia sangat menghargai kami, dan saya jelas harus memberinya sebotol anggur merah, Fin del Mundo,” tutur Rodgers.

“Anggur itu berasal dari Patagonia, bagian yang berbahasa Welsh. Anggur ini menimbulkan pertanyaan kuis tentang siapa pembicara Welsh terakhir yang mencetak gol di stadion Wembley yang tua itu. Semua orang akan memikirkan Ryan Giggs dan lain-lain, tapi jawabannya adalah Gabriel Batistuta, yang mencetak gol untuk Fiorentina di Wembley. Dia berasal dari Patagonia dan fasih berbahasa Wales. Sir Alex menyukai itu, jadi dia punya beberapa botol Fin del Mundo,” ceritanya tentang sebotol anggur yang mempunyai filosofi.

Baca juga: Tiga hal dalam hidup Sir Alex Ferguson: Wine.

“Dia selalu hebat dan menjadi rival saya ketika saya masih berada di Liverpool. Kami membicarakannya malam itu, dia menyukai persaingan. Saya adalah saingan di tahun terakhirnya tapi dia selalu sangat terbuka. Ketika para pemain keluar untuk melakukan pemanasan, dia akan mengundang saya untuk minum secangkir teh.”

Brendan Rodgers kemudian mengeluarkan sesuatu dari dari buku Ferguson, dengan mengirimkan sebuah pesan teks dukungan kepada Ian Cathro setelah dipecat oleh Hearts pada awal bulan ini. Rodgers lalu menambahkan, “Saya masih tergolong muda sebagai manajer di usia yang masih 44 tahun, tapi ada beberapa pria berusia 30-an yang datang untuk menjadi pelatih sekarang.”

“Ini permainan dimana pengalaman paling banyak adalah hal yang bisa Anda bantu. Saya beruntung berada dalam pekerjaan besar. Saya menghargai itu. Ada beberapa orang yang bisa bekerja selama 30 tahun dan tidak mendapatkan pengalaman yang sama selama orang lain melakukannya dalam lima tahun. Jika saya bisa membantu dengan cara apapun, saya akan selalu melakukan itu. Saya pasti akan mendukung manajer yang kehabisan pekerjaan karena saya pernah nerada di posisi itu,” tegas eks manajer Swansea dan Liverpool itu.

 

Sumber : Express