Musim 2017/2018 telah bergulir dan sudah enam musim lamanya sejak kesebelasan Premier League berhasil menjuarai UEFA Champions League, yaitu saat Chelsea berhasil mengalahkan Bayern Munich pada 2012 silam.  Sejak saat itu, turnamen terbesar antarklub seantero Eropa tersebut didominasi oleh duo klub asal Spanyol, FC Barcelona dan Real Madrid yang berhasil merengkuh 4 dari 5 edisi Champions League.

Pertanyaannya, apakah musim 2017/2018 peta dominasi tersebut bisa berubah? Dengan adanya lima klub asal negara Inggris di tahap grup, maka peluangnya lumayan besar. Bagaimana dengan peluang untuk Manchester United yang musim lalu hanya finis di peringkat keenam? Ternyata kemungkinan itu tetap ada dan berikut lima alasannya menurut media olahraga di Asia Tenggara, Sportskeeda.

  1. Daya Gedor Mematikan

Musim lalu saat Zlatan Ibrahimovic menjadi top skorer United dengan perolehan 28 gol di semua kompetisi, rekanan satu timnya harus terjangkit masalah mandul. Hanya ada dua pemain United yang berhasil mencatatkan lebih dari 10 gol, yaitu Marcus Rashford dan Henrikh Mkhitaryan, di mana masing-masing mencetak 11 gol.

Sementara striker The Red Devils lainnya, yaitu Wayne Rooney dan Anthony Martial hanya berhasil mencetak 8 gol saja. Walau dari 8 gol tersebut Rooney berhasil memecahkan rekor 250 gol Sir Bobby Charlton.

Musim ini seharusnya lini depan United bisa lebih produktif. Di mana Ibrahimovic yang dilepas oleh United pada akhir musim lalu karena cedera lutut, kini sudah meneken kontrak bermain kembali untuk United. Menurut jadwal, pemain berjuluk The Big Swede bisa kembali merumput paling cepat pada bulan Oktober mendatang.

Dengan talenta yang dimiliki oleh Zlatan tampaknya tidak ada hambatan bagi United untuk dapat mendulang gol. Ditambah saat ini United tak perlu terlalu bergantung dengan Ibracadabra, lantaran sudah memiliki striker haus gol asal Belgia, Romelu Lukaku, yang diboyong dengan banderol 75 juta paun dari Everton. Di mana eks striker Chelsea tersebut kini sudah membuktikan harga mahalnya dengan mencetak 4 gol dari 4 pertandingan yang ia jalani.

Jika digabungkan perolehan gol mereka berdua pada musim lalu, maka akan mendapatkan angka 54 gol dalam semusim. Walau kemungkinan bahwa mereka berdua akan dipasangkan dalam satu pertandingan sangatlah kecil, tapi adalah fakta bahwa kini United punya dua striker kelas dunia sebagai ujung tombak.

Belum lagi ditambah fakta bahwa Martial dan Rashford kian berkembang dari waktu ke waktu. Jelas bahwa musim ini Mourinho menjadi salah satu manajer yang memiliki lini depan mematikan untuk membantunya meraih trofi Premier League.

  1. Faktor Musim Kedua Mourinho

 

Musim lalu manajer asal Portugal tersebut mendapat kritkan lantaran menghabiskan dana transfer United untuk memboyong gelandang Juventus, Paul Pogba dengan rekor nilai transfer 89 juta paun. Dimana alih-alih membawa United ke peringkat pertama, justru berakhir di posisi enam saja. Namun perlu diingat bahwa tim United musim lalu adalah tim peninggalan manajer sebelumnya, David Moyes dan Louis van Gaal. Sehingga butuh waktu bagi Mourinho untuk membangun sendiri tim sesuai keinginannya.

Perlu diingat juga dengan tim yang belum matang tersebut Mourinho berhasil membawa tiga trofi ke kabinet Manchester United. Walau lagi-lagi dikritik sebagai treble kelas dua lantaran yang diraih adalah piala liga, community shield, dan Europa League.

Pada masa-masa lampau, meski ia berhasil mendapat sukses dengan Chelsea di musim pertamanya, seringkali eks manajer Porto tersebut meraih sukses pada musim kedua di klub yang ia tangani.

Contohnya saat dia di Inter Milan, kritik keras ia dapatkan di musim pertamanya yaitu 2008/2009. Namun berselang satu musim Mou berhasil meraih treble, yang di antaranya tentu trofi Champions League. Kemudian ia diboyong ke Real Madrid untuk musim 2010/2011, yang lagi-lagi ia gagal membawa juara los blancos, kalah dari rival abadinya Barcelona di La Liga dan juga Champions League.

Seperti tabiat yang sudah terbentuk atau direncanakan, pada musim keduanya di La Liga, Mou berhasil membawa Madrid juara. Begitu juga ketika di Chelsea untuk kedua kalinya, ia berhasil membawa Chelsea juara Premier League di musim keduanya yaitu musim 2014/2015.

Semusim sudah dilakoni Mou di Manchester United. Mou terbukti sudah nyaman dan lebih percaya diri, apalagi timnya saat ini sudah sesuai apa yang ia inginkan.

  1. Lini Pertahanan yang Lebih Solid

Berbanding terbalik dengan lini depan yang perlu mengucurkan dana tidak sedikit, justru di lini pertahanan yang dilakukan oleh Mou adalah menjaga pemain yang ada. Terutama seperti kita tahu adalah menghalau tangan raksasa Real Madrid dari jangkauan kiper andalan United, David de Gea.

Pekerjaan mempertahankan De Gea dari Real Madrid harus mendapat pujian yang tinggi, lantaran sudah menjadi rahasia umum bahwa los blancos adalah tipe tim yang biasanya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Namun entah ini adalah buah kerja keras atau keberuntungan gawang United bisa dijaga salah satu kiper terbaik dunia saat ini.

Musim lalu United memang mendapat kritikan dari berbagai sisi, namun bukan dalam urusan bertahan. Lantaran hanya kemasukan 29 gol sepanjang musim, hanya ada tiga tim lainnya yang lebih sedikit kemasukan di Premier League. Kemudian juga rekor tak terkalahkan dari Oktober 2016 hingga bulan Mei 2017 sepenuhnya lebih karena lini pertahanan yang solid dibandingkan lini depan yang tajam.

Musim ini, tidak hanya masih dijaga oleh de Gea, namun Phil Jones yang biasanya rentan akan cedera, kini menjadi starter untuk Mourinho bersama dengan Eric Bailly. Apalagi jika pemain yang sempat disebut Sir Alex sebagai pemain paling potensial di United tersebut bisa bermain solid bersama Bailly, Victor Lindelof, Chris Smalling, atau bahkan Marcos Rojo.

United jelas membutuhkan lini pertahanan yang solid dan konsisten, lantaran kekuatan lini serang sejumlah tim di Champions League musim ini sangatlah tajam. Sebut saja tim seperti Paris Saint Germain dan Real Madrid.

  1. Paul Pogba yang Sudah Beradaptasi

 

Aneh rasanya jika seorang Paul Pogba yang besar di akademi United perlu waktu untuk beradaptasi. Namun begitu adanya, seperti yang diperlihatkan olehnya di musim lalu, bahwa dalam beberapa kesempatan ia masih perlu menyesuaikan diri. Ditambah banyaknya kritikan yang ditujukan kepadanya karena sejumlah kecil kesalahan tersebut.

Namun setelah empat pertandingan saja di musim ini Pogba berhasil menunjukkan bahwa ia adalah pemain yang berbeda dibandingkan musim lalu. Dimana saat ini ia berhasil menunjukkan bahwa dia adalah penguasa lini tengah United, menjadi pengatur serangan untuk The Red Devils. Statistik jua berbicara, dimana musim lalu ia hanya mencetak 9 gol saja, namun dalam empat pertandingan musim ini ia sudah mencetak 2 gol.

  1. Faktor Intimidasi


Sudah menjadi rahasia umum bahwa The Special One menyukai pemain yang besar dan sedikit kasar di timnya. Contohnya ketika di Chelsea, ia punya Didier Drogba, John Terry, dan Michael Essien yang kini bermain untuk Persib Bandung. Kemudian saat musim terakhirnya di Chelsea, ia memiliki Diego Costa dan Nemanja Matic.

Memang beberapa kali juga ia memilih pemain yang memiliki teknik, seperti Eden Hazard dan Cristiano Ronaldo. Namun tampaknya jelas bahwa Mourinho punya waktu lebih banyak untuk permainan fisik dalam sebuah pertandingan. Itulah mungkin mengapa Mourinho lebih nyambung dengan pemain yang sedikit kasar seperti Pepe.

Setelah semusim di United, akhirnya Mourinho berhasil membangun tim sesuai dengan gambarannya. Menjadikan United adalah salah satu tim yang paling mengintimidasi dibandingkan tim lainnya di Premier League maupun Champions League.

Sebut saja pemain seperti Lukaku, Ibrahimovic, Pogba, Jones, dan Nemanja Matic. Mereka adalah pemain yang secara fisik kuat di permainan sepakbola modern. Belum lagi ada nama Chris Smalling, yang pernah disebut pemain terburuk untuk diajak berduel dan pemain favorit Mou untuk merusak permainan lawan, Marouane Fellaini.

Sejatinya setiap pencinta sepakbola menyukai permainan sepakbola yang cantik, tidak seperti apa yang Mourinho biasa tunjukkan. Namun harus diakui taktik dari Mourinho itu berhasil membawa klubnya menang ataupun juara.

Contoh kemenangan United di Europa League musim lalu, Ajax Amsterdam maupun Celta Vigo kesal dengan cara bermain United, namun United tetap meraih juara. Karena yang terpenting bagi The Special One pada akhirnya adalah kemenangan semata.

 

Bagaimana menurut Anda?

Sumber : Sportskeeda